Mahasiswa S1 Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Ketidakteguhan Iman Merujuk Kematian: Kisah Kakek dalam Cerpen Robohnya Surau

Selasa, 3 Juni 2025 13:49 WIB
Bagikan Artikel Ini
img-content
Cover Robohnya Surau Kami
Iklan

Keimanan yang sejati harus tercermin dalam kepedulian sosial dan perbuatannyata.

Kematian merupakan ketetapan tuhan yang pasti akan dirasakan oleh seluruh manusia di muka bumi. Proses kematian merujuk pada berpindahnya ruh dari jasad untuk memulai perjalanan kehidupan di akhirat. Namun, proses manusia dalam memandang dan menghadapi kematian sangat dipengaruhi oleh kekuatan iman yang dimilikinya. Ketidakteguhan iman dalam menghadapi proses kematian bukan hanya menggambarkan keraguan spiritual semata, tetapi juga berdampak besar pada kualitas hidup dan ketenangan batin.

Cerpen Robohnya Surau Kami karya A.A. Navis yang pertama kali diterbitkan pada tahun 1956, berhasil merepresentasikan kisah kematian kakek yang disebabkan oleh faktor ketidakteguhan iman dan pergolakan batin. Kakek dikenal sebagai tokoh protagonis yang digambarkan seperti orang tua yang selalu taat dalam menjalankan ibadah kepada tuhannya. Dalam ceritanya, kakek merupakan tokoh sederhana yang memberikan seluruh kehidupannya untuk mengurusi surau (masjid berukuran kecil), tidak berfoya-foya, dan selalu taat pada perintah tuhannya tanpa melewatkan sekitpun ibadah.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Namun, setelah mendengar kisah H. Saleh yang diceritakan oleh Ajo Sidi kepada kakek, ia merasa perilaku H. Saleh ini sama sekali dengan apa yang telah dilakukan oleh kakek. Diceritakan bahwa H. Saleh merupakan sosok agamis yang selalu taat kepada tuhannya, seluruh ibadah dilakukan dengan giat dan tekun. Namun, pada hari pembalasan, H. Saleh di berikan tempat di neraka. Kemudian Ia bertanya kenapa bisa ditempatkan dengan hasil yang buruk, padahal semasa hidupnya selalu menuntaskan seluruh perintah tuhannya. Akhirnya tuhan pun menjawab dengan alasan bahwa H. Saleh terlalu fokus dengan kepentingan pribadi untuk terus beribadah, sampai lupa dengan kondisi dan situasi lingkungannya, yang pada saat itu sedang mengalami kehancuran sosial.

Dari kisah H. Saleh ini, kakek merasa tersinggung dan tergolak batinnya. Sebab, semasa hidupnya sama persis dengan apa yang dilakukan oleh H. Saleh. Kakek pun seketika hilang keteguhan imannya, hingga memutuskan untuk membunuh dirinya dengan sebuah pisau yang tiap hari di asahnya. Kini, sebuah surau yang dahulu penuh rasa kenyamanan dan terang keharmonisan, berubah menjadi tempat yang terbengkalai dan tidak berhuni. “Robohnya Surau” digambarkan seperti masa-masa kebodohan umat manusia dalam menjaga lingkungan sekitarnya. Kritik kehidupan zaman itu, dimana seluruh manusia berlomba-lomba untuk dapat memenuhi kehendak dirinya sendiri, sehingga membuatnya merasa tidak peduli dengan orang-orang yang berada di lingkungan sekitarnya.

Secara umum, A.A. Navis menuangkan dalam ceritanya bahwa ternyata manusia menjalankan perintah agama hanya sekedar ingin mendapatkan apa yang tertuju (Surga). Kendati, manusia taat dan patuh tidak lagi dengan sepenuh ketulusan hati, melainkan agar memperoleh hasil yang sesuai dengan perbuatan yang telah dilakukan. Cerpen ini menegaskan pentingnya menjaga keseimbangan antara iman dan amal, serta mengingat bahwa agama harus menjadi pendorong untuk beraksi dalam memperbaiki kondisi sosial.

Bagikan Artikel Ini

Baca Juga











Artikel Terpopuler